Buntok. FKK - Dewan Pengurus Daerah Persatuan Tunanetra Indonesia (DPD Pertuni) Kalimantan Tengah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema "Pentingnya Penerbitan Perda Disabilitas Kabupaten Barito Selatan Sebagai Bentuk Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan. Hak-Hak Penyandang Disabilitas, di Aula Hotel Lutfan Buntok, Selasa 20 Mei 2025.
Hadir Wakil Bupati Barito Selatan Khristianto Yudha pada acara tersebut. Hadir juga pada kesempatan tersebut anggota DPRD Kabupaten Barito Selatan Lisawanto dan Asisten II Setda Barito Selatan Rahmat Nuryadin serta Kabag Hukum Yohanes.
Wakil Bupati dalam sambutannya mengatakan, forum ini bukan sekadar ruang diskusi, melainkan sebuah panggung partisipatif yang mengedepankan prinsip "Nothing about us without us." Prinsip ini adalah roh dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang setara sebagai warga negara untuk hidup mandiri, memperoleh pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, serta akses terhadap keadilan dan pembangunan.
"Saya mendorong terbitnya Perda Disabilitas di Kabupaten Barito Selatan", ujar Wabup.
Kegiatan yang didukung oleh Disability Rights Advocacy Fund (DRAF). Acara ini menghadirkan Buyung Ridwan Tanjung, Program Officer DRF/DRAF Asia, sebagai keynote speaker. Dalam paparannya, Buyung menekankan pentingnya regulasi daerah yang berpihak pada. penyandang disabilitas, tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan hukum, tetapi juga sebagai jalan menuju keadilan sosial. "Perda Disabilitas bukanlah fasilitas, tetapi alat untuk menghapus hambatan sistemik. Pemerintah daerah memiliki peran kunci dalam memastikan seluruh warganya diperlakukan setara," ujarnya.
FGD menghadirkan narasumber ahli seperti Fajri Nursyamsi, S.H., M.H., Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), yang menjelaskan urgensi perda sebagai instrumen hukum untuk menjamin hak difabel dalam pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan partisipasi politik. Hadir pula akademisi dan aktivis disabilitas, lyehezkiel Parudani, S.Pd., M.Ed., yang memandu sesi pelatihan strategi advokasi. Acara ini dipimpin oleh Mulyansyah, selaku Project Manager, yang juga merupakan penyandang disabilitas netra. Dalam laporannya, Mulyansyah menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan lanjutan dari pelatihan advokasi yang telah dilaksanakan sebelumnya, dan menjadi bagian dari strategi memperkuat kapasitas organisasi penyandang disabilitas (OPD) di Kabupaten Barito Selatan.
FGD melibatkan berbagai elemen, termasuk perwakilan DPRD Barito Selatan, H. Lisawanto, S.E, Μ.ΑΡ. Bapemperda, akademisi, pejabat daerah, dan OPD, perwakilan dari Biro Hukum DPRD Barito Selatan, juga wakil dari Dinas Sosial. Selama dua hari, peserta mengikuti sesi diskusi panel, pelatihan advokasi, simulasi audiensi dengan pemangku kebijakan, serta menyusun kertas kebijakan dan rencana tindak lanjut (RTL),
"Kami berharap Perda ini benar-benar lahir dari suara penyandang disabilitas sendiri, bukan hanyal tentang mereka, tetapi oleh dan untuk mereka," tutur Mulyansyah.
FGD ini menjadi tonggak penting dalam mendorong penerbitan Perda Disabilitas Kabupaten Barito Selatan, yang diharapkan menjadi dasar hukum dalam menjamin hak dan kesetaraan penyandang disabilitas di daerah. (Saprudin)